Sabtu, 21 April 2012

makalah kebijakan impor indonesia


PENDAHULUAN

Impor adalah arus masuk sejumlah barang dan jasa ke pasar sebuah negara, baik untuk keperluan konsumsi atau sebagai barang modal maupun untuk bahan baku produksi dalam negeri. Negara importee biasanya melakukan kegiatan impor dengan tujuan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri, menambah pendapatan negara karena adanya devisa dari pajak barang impor. Selain itu impor juga dimaksudkan untuk mendorong berkembangnya kegiatan industry dalam negeri. Kegiata impor inilah yang nantinya membentuk dasar dari perdagangan internasional bersama dengan kegiatan ekspor.
Dalam konteks pertanian umum, Indonesia memang memiliki potensi yang luar biasa. Kelapa sawit, karet, dan coklat produksi Indonesia mulai bergerak menguasai pasar dunia. Namun, meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil pangan di dunia, hampir setiap tahun Indonesia selalu menghadapi persoalan berulang dengan produksi pangan terutama beras. Akibatnya Indonesia masih harus mengimpor beras dari Negara penghasil pangan lain seperti Thailand.
Namun, kebijakan impor beras di Indonesia dinilai tidak lazim bagi beberapa kalangan mengingat perhitungan dari data BPS yang ada, Indonesia hampir selalu surplus dalam produksi beras. Selain itu kebijakan impor juga merugikan petani dalam negeri karena selalu kalah bersaing dengan beras impor yang pada umumnya memiliki harga lebih murah


LANDASAN TEORI 
Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya adalah ekspor
Pembeli barang dan jasa ini disebut sebuah "importir" yang berbasis di negara impor sedangkan penjual berbasis luar negeri disebut sebagai "eksportir". Dengan demikian, impor merupakan setiap yang legal (misalnya komoditas ) atau layanan yang dibawa dari satu negara ke negara lain dengan cara yang sah, biasanya untuk digunakan dalam perdagangan . Impor yang legal dibawa dari negara lain untuk dijual. Impor barang atau jasa yang disediakan untuk konsumen dalam negeri oleh perusahaan asing produsen. Impor di negara penerima adalah ekspor ke negara pengirim
Berikut ini manfaat dari kegiatan impor
1.      Memenuhi kebutuhan masyarakatdalam negeri.
2.      Pendapatan negara akan bertambah karena adanya devisa.
3.      Mendorong berkembangnya kegiatan industri.
Impor, bersama dengan ekspor , membentuk dasar dari perdagangan internasional. Impor barang biasanya membutuhkan keterlibatan pabean berwenang di kedua negara impor dan negara ekspor dan sering tunduk pada impor kuota, tarif dan perjanjian perdagangan.
Kegiatan impor memiliki dampak positif dan negatif terhadap perekonomian suatu negara. Untuk melindungi produsen dalam negeri, maka negara melakukan pembatasan terhadap jumlah/ kuota impor.
Dampak positif pembatasan impor:
1.      Menumbuhkan rasa cinta produksi dalam negeri.
2.      Mengurangi keluarnya devisa ke luar negeri.
3.      Memperkuat neraca pembayaran.
Dampak negatif pembatasan impor  :
1.      Lesunya perdagangan internasional akibat terjadinya balas membalas kegiatan pembatasan kuota impor.
2.      Kurangnya peningkatan mutu produksi akibat produsen dalam negeri merasa tidak mempunyai pesaing.


Pembahasan 
Sampai saat ini Indonesia masih disebut sebagai negara agraris . Setidaknya, ada dua alasan mengapa negeri ini masih dianggap sebagai negara agraris. Pertama, sektor pertanian masih menjadi salah satu leading sector dalam ekonomi Indonesia, ditunjukkan oleh pangsanya yang masih cukup tinggi terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB). Pada triwulan II 2011, pangsa sektor pertanian terhadap PDB sebesar 15,4 persen, nomor dua setelah sektor industri pengolahan yang mencapai 24,3 persen. Alasan kedua, sebagian besar, yakni sekitar 33 persen (42,47 juta), penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menggantungkan hidupnya (bekerja) di sektor pertanian
Indonesia sendiri memiliki lahan pertanian yang cukup luas yaitu 238,872.24 Ha untuk tahun 2010, atau meningkat 10% dari tahun sebelumnya (2009).  Dengan luas lahan yang begitu besar lagi subur, tak heran kalau Indonesia menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil pangan di dunia.
Dalam konteks ini Indonesia memang memiliki potensi yang besar untuk menguasai pasar pangan dunia, Namun hal yang mengejutkan adalah bahwa Indonesia sering kali mengalami masalah yang berulang mengenai produksi pangan terutama beras. Sedangkan,  kebutuhan masyarakat Indonesia sangatlah tinggi. Data statistik menunjukkan pada kisaran 230-237 juta jiwa, makanan pokok semua penduduk adalah beras . Indonesia sendiri merupakan pemakan beras terbesar di dunia dengan konsumsi 154 kg per orang per tahun. Bandingkan dengan rerata konsumsi di China yang hanya 90 kg, India 74 kg, Thailand 100 kg, dan Philppine 100 kg. Hal ini mengakibatkan kebutuhan beras Indonesia menjadi tidak terpenuhi jika hanya mengandalkan produksi dalam negeri .
Hal inilah yang melatarbelakangi pemerintah mengambil kebijakan untuk mengimpor beras dari beberapa negara. Selain itu pemerintah juga membebaskan pajak pertambahan nilai dan bea masuk atas impor beras guna mempermudah masuknya beras impor ke pasar nasional.
Bagi Indonesia yang 95 persen penduduknya bergantung pada beras, impor merupakan fenomena biasa, terutama saat produksi beras domestik tidak mampu mencukupi kebutuhan konsumsi. Masalahnya, data yang menjadi acuan dasar perlu-tidaknya impor beras selalu
mengundang kontroversi. Jantung persoalannya ada keraguan validitas data.
Misalnya, produksi beras 2006, menurut Angka Ramalan II (Aram II) BPS, mencapai 54,7 juta ton gabah kering giling (GKG) atau meningkat 600 ribu ton (1,11 persen) dibandingkan angka produksi padi 2005. Dengan tingkat produksi sebesar itu, setelah dikurangi kebutuhan konsumsi, kita surplus 120 ribu ton beras. Bagi Departemen Pertanian, yang perlu dilakukan adalah menekan harga beras pada harga wajar. Impor tidak perlu karena bersifat disinsentif kepada petani. Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Pertanian, terdapat tiga provinsi yang mencatat surplus padi, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Surplus yang tejadi pada beberapa daerah ini tentunya dapat dijadikan cadangan oleh Bulog dan untuk didistribusikan ke daerah lain yang mengalami defisit
Kemudian berdasarkan data BPS, sejak tahun 2008 produksi beras nasional selalu surplus. Tetapi sejak tahun 2008 hingga kini, Impor beras terus dilakukan. Sampai Juli 2011, Pemerintah telah melakukan pengadaan beras melalui impor sebanyak 1,57 juta ton. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), beras impor tersebut paling banyak berasal dari Vietnam yaitu 892,9 ribu ton dengan nilai US$ 452,2 juta. Sementara beras impor Thailand, telah masuk sebanyak 665,8 ribu ton dengan nilai US$ 364,1 juta hingga Juli. Selain dari Vietnam dan Thailand, pemerintah juga mengimpor beras dari Cina, India, Pakistan, dan beberapa negara lainnya.
Jika diurai, biang dari persoalan ini sebenarnya bukan hanya karena suplai atau produksi dalam negeri yang kurang, tetapi lebih dari itu. Masalah impor pangan sudah tersandera banyak kepentingan mulai dari partai politik, pengusaha dan kepentingan individu, sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur kepada media.
Banyak pihak yang menikmati kondisi ini. Bagi mereka, impor pangan merupakan lahan basah untuk merauk banyak keuntungan. Karena itu, mereka sangat berkepentingan agar impor pangan terus berlangsung. Dan sepertinya, pemerintah tersandera oleh kepentingan mereka, para mafia impor itu. Sikap Menteri Perdangan Mari Elka Pangestu yang cenderung melonggarkan dilakukannya impor komoditi pangan merupakan indikasi kuat akan hal itu.
Hal ini tentu saja menimbulkan sebuah pertanyaan besar apakah kebijakan pemerintah untuk mengimpor beras sudah tepat atau tidak. Dilihat dari sisi kebutuhan dalam negeri, sesungguhnya Indonesia tidak mengalami kekurangan beras, dalam artian jika distribusi berjalan lancar dan tidak disalahgunakan untuk kepentingan pihak tertentu. Kemudian dari sisi perekonomian domestik, impor beras hanya akan merugikan para petani lokal mengingat harga beras impor pada umumnya lebih murah dari beras lokal. Padahal pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kesejahteraan petani sebagai pengelola sektor pertanian dalam negeri yang memiliki kontribusi yang cukup tinggi terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) yaitu sebesar 15,4 persen pada triwulan II tahun 2011, yakni nomor dua setelah sektor industri pengolahan yang mencapai 24,3 persen. Selain itu sekitar 33 persen (42,47 juta)  penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas menggantungkan hidupnya (bekerja) di sektor pertanian.
Jika beras impor begitu mudah masuk ke pasar nasional dan akhirnya menguasai pasar beras nasional, bias dipastikan petani local akan kehilangan mata pencaharian mereka. Sehingga kebutuhan akan beras impor akan naik, dan pada akhirnya Indonesia akan bergantung sepenuhnya pada beras impor. Hal ini tentunya akan melemahkan ketahanan pangan nasional.
Ketergantungan impor bahan baku pangan ini juga disebabkan mahalnya biaya transportasi di Indonesia yang mencapai 34 sen dolar AS per kilometer. Bandingkan dengan negara lain seperti Thailand, China, dan Vietnam yang rata-rata sebesar 22 sen dolar AS per kilometer. Sepanjang kepastian pasokan tidak kontinyu dan biaya transportasi tetap tinggi, maka industri produk pangan akan selalu memiliki ketergantungan impor bahan baku.
Rata-rata per tahun Indonesia mengeluarkan Rp 110 trilyun untuk impor pangan, sementara nilai pembiayaan pertanian dalam APBN hanya Rp 38,2 trilyun. Jika biaya yang dikeluarkan untuk impor bisa dialihkan untuk membangun pertanian dalam negeri, perbaikan irigasi dan infrastruktur pertanian lainnya, menjaga stabilitas harga baik di tingkat produsen maupun konsumen tentu pertanian dalam negeri akan lebih berkembang.
Pada akhirnya, tugas bagi pemerintah dan  pihak yang terkait adalah memperbaiki kinerja masing-masing. Baik dalam pengadaan maupun distribusi. Diperlukan juga kebijaksanaan oleh Bulog agar setiap kebijakan yang diambil tidak merugikan petani lokal yang kesejahteraannya masih rendah tanpa mengorbankan ketahanan pangan Indonesia.


Penutup
Indonesia adalah negara agraris yang sebagi. Selain itu Indonesia Indonesia menempati urutan nomor tiga di dunia sebagai produsen besar strukn pangan. Namun hal yang mengejutkan adalah bahwa Indonesia sering kali mengalami masalah yang berulang mengenai produksi pangan terutama beras. Sedangkan, kebutuhan masyarakat Indonesia sangatlah tinggi. Untuk itu pemerintah mengambil kebijakan impor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tetapi . Masalahnya, data yang menjadi acuan dasar perlu-tidaknya impor beras selalu mengundang kontroversi. Jantung persoalannya ada keraguan validitas data. Pasalnya menurut data BPS produksi beras dari tahun ke tahun selalu surplus, sehingga timbul dugaan adanya penyalahgunaan hasil produksi kalangan tertentu dengan tujuan mencari keuntungan.
Hal ini menyebabkan Indonesia mau tak mau harus tetap mengimpor beras. Padahal kebijakan ini akan berpengaruh terhadap perekonomian domestic. Selain melemahkan ketahanan pangan nasional, kebijakan impor dianggap merugikan petani local karena harga beras impor umumnya lebih murah dari beras lokal. Untuk itu peran pemerintah sangat dibutuhkan guna mengawasi pengadaan, distribusi maupun menjaga kestabilan harga beras lokal sehingga kesejahteraan petani lokal tetap terjamin.


DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/business-management/international-business/2213899-pengertian-impor/




disusun oleh: Amelia Putri Kartikasari/Ilmu Administrasi Negara/UNY-2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar